National Park Management in Local Autonomy: from The Viepoint of Political Conservation in Biology: A Case Study of Tanjung Puting- Central Kalimantan

Herman Hidayat
| Abstract views: 183 | PDF views: 383

Abstract

ABSTRAK
Pengelolaan Taman Nasional dalam Era Otonomi Daerah Dilihat dari Perspektif Politik
Konservasi Biology: Studi Kasus Tanjung Puting -Kalimantan Tengah. Paper ini menganalisis
pengelolaan taman nasional dilihat dari perspektif politik ekologi yang menekankan atas peran
dan persepsi ‘stakeholders’. Peran taman nasional adalah sangat penting sebagai
benteng terakhir dalam menjaga keberadaan hutan alam. Tetapi, kondisi riil Taman Nasional
Tanjung Puting sekarang ini menghadapi suatu ancaman, karena dua faktor penting yakni
adanya praktek aktivitas illegal logging dan penggalian untuk usaha tambang, yang dilakukan
oleh para pedagang kayu dan investor lokal dari luar dengan menyuruh masyarakat lokal untuk
memotong pohon dan menggali tanah. Dengan demikian, untuk mengantisipasi masalah yang
kritis tersebut, diperlukan aksi afirmatif seperti pengelolaan kolaborasi dengan berbagai
stakeholders (pemerintah daerah baik propinsi dan kabupaten, LSM, masyarakat lokal) atas
program reboisasi berbagai pohon, penegakkan hukum, sanksi yang keras, dan pemberdayaan
ekonomi dan sosial bagi masyarakat lokal. Terjadi juga konflik kepentingan antara pemerintah
pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya hutan, khususnya taman nasional.
Pemerintah pusat berpendapat, berdasarkan UU No.5/1990, pasal 14, yang menekankan ‘taman
nasional sebagai sarana preservasi hutan alam yang memilki kehidupan ekosistem yang unik
dan dikelola berdasarkan sistem zonasi (inti, rimba dan riset). Kewenangan pengelolaan taman
nasional tersebut diberikan kepada pemerintah pusat, karena misi utamanya ialah ialah untuk
menjaga keanekaragaman hayati, memproteksi dan mengembangkannya. Sebaliknya pemerintah
daerah (Propinsi dan Kabupaten) berpendapat, bahwa keberadaan taman nasional di daerahnya,
dapat digunakan sebagai income PAD (Pendapatan Asli Daerah), untuk membangun
infrastruktur daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam masa Otda.
Sejalan dengan misi pemerintah daerah, masyarakat lokal juga melihat ‘taman nasional’ dari
keuntungan nilai ekonomi langsung, sehingga sering terjadi praktek aktivitas illegal lgging
dan tambang di kawasan taman nasional Tanjung Puting yang pada akhirnya berakibat terhadap
rusaknya hutan. Dalam konteks ini, baik kepentingan konflik antara dua aktor stakeholders
yang utama baik pemerintah pusat dan daerah sangat menarik untuk dikaji.
Kata kunci: Pengelolaan taman nasional, kolaborasi, stakeholders, kepentingan konflik
pemerintah pusat dan daerah.

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.